Rabu, 22 November 2017

Komunikasi Bisnis Pertemuan 2

Nama : Betyeka Anggiyangsari R
NPM  : 12214150
Kelas  : 4 EA 14
Mata Kuliah : Komunikasi Bisnis (Softskil)





Kamis, 19 Oktober 2017

Komunikasi Bisnis

Nama : Betyeka Anggiyangsari R
NPM  : 12214150
Kelas  : 4 EA 14
Mata Kuliah : Komunikasi Bisnis (Softskil)










Sabtu, 17 Juni 2017

IFRS

Nama : Betyeka Anggiyangsari R
NPM : 12214150
Kelas : 3EA14

Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional

DAMPAK PENERAPAN IFRS DI NEGARA BERKEMBANG –
PERBANDINGAN LINTAS NEGARA

Andrew Fong – andrewfong@ui.ac.id
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (2015)
Abstrak
Standar akuntansi merupakan sebuah pedoman yang dibuat untuk memberikan suatu gambaran umum dalam membuat laporan keuangan. Salah satu standar akuntansi yang banyak digunakan saat ini adalah International Financial Reporting Standards (IFRS). Jenis penelitian menggunakan metode deskriptif yang membandingkan dua data atau lebih untuk memberikan suatu gambaran umum mengenai hal yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai dampak penerapan IFRS pada berbagai sektor industri di negara berkembang. Negara-negara yang digunakan dalam penelitian ini: Indonesia, China, Bangladesh, Nepal, Brazil, Vietnam, dan Irak pada periode penerapan IFRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penerapan IFRS di negara-negara berkembang masih memiliki berbagai kendala sehubungan dengan regulasi dan pengetahuan standar IFRS.
Abstract
Accounting standards are a guideline created to provide an overview to make financial statements. One of the accounting standards that are widely used today is the International Financial Reporting Standards (IFRS). This study uses descriptive method that compares two or more of data to give a general overview of the study. This study uses data from previous studies on the impact of IFRS implementation in the various industrial sectors in developing countries. Countries that used in this study: Indonesia, China, Bangladesh, Nepal, Brazil, Vietnam, and Iraq during the period of application of IFRS. The results shows that the effect of applying IFRS in developing countries still have some issues due to regulations and knowledge of IFRS standards.
Pendahuluan
Standar akuntansi merupakan sebuah pedoman yang dibuat untuk memberikan suatu gambaran umum dalam membuat laporan keuangan. Salah satu standar akuntansi yang banyak digunakan saat ini adalah International Financial Reporting Standards (IFRS). IFRS adalah standar dan kerangka yang diadopsi oleh badan penyusun standar akuntansi internasional bernama International Accounting Standards Board (IASB). Sebelum standar IFRS diperkenalkan, standar ini dikenal dengan nama International Accounting Standards
(IAS) yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Committee (IASC).
Berbagai penelitian sudah menilai dampak penerapan IFRS disetiap sektor industri diberbagai negara (Heykal et al. [2014], Poudel et al. [2014], dan Nurunnabi [2014]). Hasil penelitian-penelitian ini memberikan gambaran akan pentingnya adopsi IFRS, perlunya regulasi dalam pengadopsian, dan dampak dari pengadopsian IFRS. Pada kasus negara Indonesia, standar yang digunakan bukan secara langsung mengadopsi IFRS, melainkan mengkonvergensi IFRS menjadi sebuah standar yang lebih sesuai diterapkan di negara Indonesia, yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Adanya perbedaan dalam penerapan IFRS pada negara Indonesia ini menjadi fokus utama penelitian ini yang ingin membandingkan penerapan IFRS antara negara Indonesia dengan negara-negara berkembang lainnya. Hal ini dilakukan untuk memberikan suatu
1
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
gambaran yang lebih jelas mengenai perbandingan penerapan IFRS di negara-negara berkembang. Penelitian ini mengacu pada penelitian milik Zehri dan Chouaibi (2013) yang meneliti mengenai faktor-faktor dalam mengadopsi IFRS pada negara berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara berkembang lebih baik mengadopsi IFRS karena memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat pendidikan yang tinggi dan common law berdasarkan sistem legal. Penelitian Zehri dan Chouaibi (2013) juga meninggalkan pertanyan mengenai dampak IFRS dalam praktik akuntansi di negara berkembang.
Sehubungan dengan dampak IFRS dalam negara berkembang, sudah ada beberapa penelitian yang meneliti pengaruh penerapan IFRS ini dalam masing-masing negara. Penelitian Heykal et al. (2014) yang meneliti dampak penerapan IFRS pada bank di Indonesia menunjukkan bahwa instrumen aset keuangan telah disesuaikan kembali setelah penerapan PSAK 50 dan 55. Penelitian Nurunnabi (2014) yang meneliti dampak penerapan IFRS di negara Bangladesh menunjukkan bahwa kerangka peraturan akuntansi dan pengaruh politik menghambat pelaksanaan IFRS yang efektif di Bangladesh. Penelitian Poudel et al. (2014) meneliti pengaruh IFRS di Nepal yang menunjukkan bahwa penerapan IFRS kemungkinan akan bermasalah karena lingkungan kontekstual negara dan ada kekurangan akuntan yang berkualitas serta profesi akuntansi yang tidak siap untuk mengadopsi IFRS. Penelitian Phan dan Mascitelli (2014) meneliti pengaruh penerapan IFRS di Vietnam menunjukkan bahwa adanya hambatan penerapan IFRS karena kurangnya pengetahuan dan perbedaan lingkungan ekonomi yang mengharuskan adanya kebijakan dalam penerapan IFRS. Penelitian Hassan et al. (2014) meneliti dampak penerapan IFRS di Irak menunjukkan bahwa penerapan IFRS perlu sejalan dengan reformasi perlindungan investor dan pemerintah serta pendidikan mengenai investasi untuk membantu penerapannya. Penelitian penerapan IFRS lain muncul di China. Penelitian Ding dan Su (2008) menunjukkan bahwa implementasi konvergensi IFRS secara substansial tidak mengubah laporan keuangan perusahan. Penelitian Grecco et al. (2014) meneliti dampak penerapan IFRS pada perusahaan publik di Brazil menunjukkan bahwa hambatan penerapan IFRS terletak pada lingkungan regulator.
Kajian Literatur
International Financial Reporting Standards (IFRS) adalah standar dan kerangka yang disusun oleh badan penyusun standar akuntansi internasional bernama International Accounting Standards Board (IASB). Penerapan IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008 sampai 2012, meliputi aktivitas adopsi IFRS, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku dan penerapan PSAK IFRS secara bertahap (Zamzami, 2011). Sampai tahun 2014, konvergensi IFRS telah mencapai (Sinaga, 2014): PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 4 tentang Laporan Keuangan Tersendiri, PSAK 15 tentang Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama, PSAK 24 tentang Imbalan Kerja, PSAK 65 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian, PSAK 66 tentang Pengaturan Bersama, PSAK 67 tentang Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain, dan PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar yang berlaku efektif 1 Januari 2015.
Perbandingan antara standar IFRS dengan PSAK ditunjukkan pada Gambar 1 (Pinnarwan et al., 2014).
2
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
3
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
4
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
5
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
Gambar 1.Perbedaan IFRS dan PSAK
Penelitian Zehri dan Chouaibi (2013) mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin memperjelas pilihan dalam menerapkan IFRS oleh negara-negara berkembang. Hasil menunjukkan bahwa negara-negara berkembang yang paling menguntungkan bagi penerapan IFRS adalah mereka yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat pendidikan yang tinggi dan common law berdasarkan sistem hukum. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk mengadopsi standar internasional negara-negara berkembang berkaitan erat dengan lingkungan kelembagaan serta data makro ekonomi mereka.
Metode Penelitian
Jenis penelitian menggunakan metode deskriptif yang membandingkan dua data atau lebih untuk memberikan suatu gambaran umum mengenai hal yang diteliti. Penelitian ini menggunakan data dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai dampak penerapan IFRS pada berbagai sektor industri di negara berkembang. Negara-negara yang digunakan dalam penelitian ini: Indonesia, China, Bangladesh, Nepal, Brazil, Vietnam, dan Irak pada periode penerapan IFRS.
Hasil Penelitian
6
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
1. Dampak Penerapan IFRS di China
Penelitian Ding dan Su (2008) memberikan analisis deskriptif mengenai penerapan
IFRS pada pasar yang diatur oleh pemerintah daripada yang diatur oleh mekanisme pasar. Permasalahan yang membedakan peraturan standar akuntansi di China dan IFRS adalah karena definisi entitas pihak terkait di China tidak termasuk sebagian besar perusahaan milik negara (BUMN), sedangkan IFRS mempertimbangkan semua BUMN sebagai pihak terkait. BUMN China adalah badan hukum independen, dan kegiatan usaha mereka tidak berbeda dari perusahaan lain. Permasalahan kedua adalah mengenai mengenai perbedaan pembalikan impairment penurunan nilai atas aset tetap. Permasalahan lain yang timbul mengenai penerapan IFRS di China adalah karena manipulasi berlebihan yang ditemukan di banyak perusahaan dan sejumlah besar akuntan belum menerima pelatihan yang memadai di bidang akuntansi dan auditing modern, regulator China tidak yakin apakah standar akuntansi yang diterima secara internasional juga harus diterima di China.
2. Dampak Penerapan IFRS di Bangladesh
Penelitian Nurunnabi (2014) menyelidiki keseimbangan antara regulasi akuntansi dan
pengaruh politik dalam penerapan IFRS di Bangladesh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kerangka peraturan akuntansi dan pengaruh politik menghambat pelaksanaan yang efektif dari IFRS. Terutama, berkaitan dengan peraturan akuntansi, beberapa masalah yang ditemukan seperti inkonsistensi antara peraturan daerah dan IFRS, kurangnya partisipasi pemangku kepentingan dalam proses penetapan standar akuntansi, banyaknya regulator, dan kurangnya penegakan hukum. Tingginya tingkat pengaruh politik juga menambah tekanan dalam pelaksanaan IFRS.
3. Dampak Penerapan IFRS di Nepal
Poudel et al. (2014) meneliti mengenai pengaruh lingkungan akuntansi pada saat penerapan IFRS. Masyarakat Nepal ditandai dengan konservatisme, kolektivisme dan high power distance. Keyakinan agama dan sistem kasta merupakan aspek penting dari masyarakat Nepal dan praktik akuntansi tradisional mencerminkan perbedaan budaya dan praktek-praktek perdagangan antar kelompok kasta. Sehubungan dengan IFRS, tidak ada program IFRS yang ditawarkan pada gelar akuntansi di universitas Nepal dan tingkat dalam mengajar IFRS sangat bervariasi antara lembaga. Akibatnya, perekrutan karyawan yang terampil dapat menjadi masalah bagi perusahaan karena ada kekurangan spesialisasi IFRS. Selanjutnya, penerapan IFRS merupakan sebuah beban bagi perusahaan kecil dan menengah yang bertanggung jawab untuk pelatihan mendidik karyawan. Fokus utamanya, adopsi IFRS tidak mungkin mengakibatkan peningkatan transparansi dan akuntabilitas di Nepal karena mekanisme penegakan hukum yang lemah dan adanya korupsi dan penipuan.
Secara garis besar, jelas bahwa negara Nepal mengakui manfaat dari penerapan IFRS untuk menarik dana eksternal dari lembaga-lembaga internasional. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga Nepal menghadapi beberapa masalah kontekstual bila menerapkan IFRS. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran apakah standar akuntansi yang dikembangkan dengan pengaruh yang signifikan dari negara-negara industri maju cocok untuk negara-negara berkembang seperti Nepal.
4. Dampak Penerapan IFRS di Brazil
Penelitian Grecco et al. (2014) mengkaitkan penerapan IFRS pada earnings management melalui discretionary accruals. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konvergensi ke IFRS memiliki efek yang membatasi manajemen laba di Brazil setelah
7
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
implementasi penuh IFRS. Selain itu, regulatory environment adalah faktor yang membatasi manajemen laba paling efektif di antara faktor-faktor yang membatasi manajemen laba. Temuan ini menunjukkan bahwa negara-negara hukum legislatif, seperti Brazil, manajemen laba lebih sedikit pada sektor dengan pengaruh penegakan hukum yang lebih. Kesimpulannya, perlu memiliki penegakan hukum yang efektif untuk membatasi manajemen laba di negara hukum legislatif,.
5. Dampak Penerapan IFRS di Vietnam
Penelitian Phan dan Mascitelli (2014) meneliti mengenai penerapan IFRS sehubungan
dengan pendekatan yang optimal dan waktu penerapan IFRS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan IFRS di Vietnam perlu dimulai dari voluntary basis. Hal ini bertujuan agar perusahan lebih siap untuk transisi dari pelaporan berdasarkan Vietnamese accounting standards (VAS) ke IFRS. Wajib IFRS dapat dilakukan dari struktur kepemilikan modal tertentu, termasuk perusahaan investasi asing, perusahaan publik, perbankan, dan lembaga keuangan. Mengenai pendekatan adopsi optimal, hasil menujukkan pendekatan konvergensi dan adaptasi lebih diminati daripada pendekatan adopsi penuh. Sehubungan dengan waktu penerapan IFRS yang optimal, jangka waktu 5 tahun dianggap sebagai waktu yang cukup untuk transisi dan persiapan penerapan IFRS.
.
6. Dampak Penerapan IFRS di Irak
Hassan et al. (2014) meneliti mengenai perkembangan peraturan akuntansi di Irak dan keputusannya dalam menerapkan IFRS serta faktor yang mempengaruhi penerapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan akuntansi di Irak merupakan hasil dari tiga tekanan isomorfisma kelembagaan (koersif, mimesis, dan normatif). Secara khusus, pengembangan sistem akuntansi, dan memang IFRS adopsi di Irak, hasil dari tekanan koersif yang dihasilkan oleh keterlibatan dengan arena internasional.
Pengembangan lebih lanjut dari rezim akuntansi mungkin hasil dari tekanan normatif dan mimesis. Tekanan normatif dari profesi akuntansi, melalui keanggotaan IFAC dan AOSSG, kemungkinan akan mendorong profesi akuntansi di Irak untuk mencari bantuan dalam program pelatihan akuntansi dan untuk menggabungkan standar IFRS dalam program universitas. Tekanan mimesis berasal dari keinginan untuk menarik perusahaan multinasional dengan investasi langsung melalui pasar modal, dan keinginan untuk menarik mitra asing untuk entitas swasta lokal.
7. Dampak Penerapan IFRS di Indonesia
Penelitian Heykal et al. (2014) menganalisis dampak dari penerapan IFRS dengan kinerja keuangan perbankan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa format laporan keuangan perbankan sebelum pelaksanaan standar keuangan baru (IFRS), telah menyebabkan asimetri informasi antara pihak-pihak pemegang saham manajemen dan juga menyebabkan kemungkinan salah tafsir. Setelah penerapan IFRS, dapat dilihat bahwa penyesuaian akibat penerapan Standar Akuntansi Keuangan nomor 50 dan 55, yang telah direvisi pada tahun 2006 memiliki nilai yang cukup karena mereka telah memenuhi pembentukan cadangan untuk menutupi kerugian selama penerapan IFRS.
Sementara itu, penelitian Perera & Baydoun (2007) mengenai alasan penerapan IFRS di Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan IFRS di Indonesia mungkin memicu perubahan dari credit-insider ke equity-outsider. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga diharapkan dapat memperkuat peran profesi akuntansi dalam menetapkan dan melaksanakan standar pelaporan keuangan. Namun, beberapa masalah struktural dalam masyarakat disebut sebelumnya,
8
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
seperti peraturan dan penegakan mekanisme yang tidak memadai, dan kroniisme, cenderung bertindak sebagai hambatan dalam proses ini.
Penelitian Cahyonowati & Ratmono (2012) bahwa lingkungan kelembagaan masih belum mendukung penerapan IFRS dan tidak mempengaruhi informasi akuntansi. Temuan studi ini mendukung argumentasi Karampinis dan Hevas (2011) bahwa dalam hukum kode negara (termasuk Indonesia), karakteristik lingkungan kelembagaan perlindungan investor yang lemah, kurangnya penegakan hukum, kepemilikan terkonsentrasi, dan pendanaan yang berorientasi perbankan penerapan IFRS mungkin tidak dapat meningkatkan relevansi nilai informasi akuntansi.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan penelitian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh penerapan IFRS di negara-negara berkembang masih memiliki berbagai kendala sehubungan dengan regulasi dan pengetahuan standar IFRS. Dalam penerapan IFRS diperlukan waktu dalam penerapannya dan sebaiknya dimulai dengan pendekatan voluntary agar perusahaan lebih siap dalam menerapkan IFRS. Penerapan IFRS memang meningkatkan kualitas laporan keuangan karena mengurangi praktik manajemen laba, tetapi diperlukan konvergensi dalam negara berkembang karena adanya perbedaan kebijakan pemerintah dan praktik pasar. Masalah pelatihan dan pembelajaran mengenai IFRS juga perlu diterapkan agar profesi akuntansi lebih memahami konsep IFRS
Secara garis besar, penerapan IFRS di Indonesia sudah berada pada jalur yang benar. Penerapan IFRS di Indonesia dimulai dengan masa persiapan yang dilakukan dengan mengembangkan PSAK berbasis IFRS secara bertahap selama periode 2008 sampai 2012. Penerapan IFRS ini juga dilakukan mulai dari pendekatan voluntary untuk mempersiapkan perusahaan dalam melakukan adopsi penuh. Walaupun penerapan IFRS dengan menggunakan standar PSAK masih sering dilakukan revisi untuk lebih menyesuaikan dengan kondisi ekonomi di Indonesia.
9
Implementasi dan Kontribusi Ilmu Akuntansi, Manajemen, &
Bisnis dalam Pembangunan Ketahanan Ekonomi Nasional
Daftar Pustaka
Cahyonowati, Nur, Dwi Ratmono. 2012. Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. halaman 105-115.
Ding, Y., Xijia Su. 2008. Implementation of IFRS in a regulated market. Journal Accounting Public Policy. pages 474–479.
Grecco, M. P. C., C. M. S. Geron, G. B. Grecco, J. P. C. Lima. 2014. The effect of IFRS on earnings management in Brazilian non-financial public companies. Emerging Markets Review. Pages 42–66.
Hassan E.A., M.Rankin, Wei Lu. 2014. The Development of Accounting Regulation in Iraq and the IFRS Adoption Decision: An Institutional Perspective. The International Journal of Accounting. pages 371–390.
Heykal et al. 2014. Impact Analysis of Indonesian Financial Accounting Standard based on the IFRS Implementation for Financial Instruments in the Indonesian Commercial Bank. 2nd World Conference on Business. pages 1247–1250.
Nurunnabi, M. 2014. The impact of cultural factors on the implementation of global accounting standards (IFRS) in a developing country. Advances in Accounting, incorporating Advances in International Accounting.
Nurunnabi, M. 2015. Does accounting regulation matter?’: An experience of international financial reporting standards implementation in an emerging country. Research in Accounting Regulation. pages 230–238.
Perera, H., N. Baydoun. 2007. Convergence with International Financial Reporting Standards: The Case of Indonesia. Advances in International Accounting. pages 201–224.
Phan, D. H. T., B. Mascitelli. 2014. Optimal approach and timeline for IFRS adoption in Vietnam: Perceptions from accounting professionals. Research in Accounting Regulation. pages 222–229.
Pinnarwan, D., et al. 2014. IFRS and Indonesian GAAP (PSAK): similarities and differences.
PWC publication.
Poudel, G., A. Hellman, H. Perera. 2014. The adoption of International Financial Reporting Standards in a non-colonized developing country: The case of Nepal. Advances in Accounting, incorporating Advances in International Accounting. pages 209–216.
Purba, Marisi P. 2010. International Financial Reporting Standards Konvergensi dan Kendala Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sinaga, Rosita Uli. 2014. Update Konvergensi IFRS di Indonesia.
Tri Wahyuni, Ersa. 2011. “Konvergensi IFRS di Indonesia: Sejarah, Capaian dan Persepsi Masyarakat”. Proceeding Seminar.
Zamzami, Faiz. 2011. Perkembangan Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di Indonesia, halaman 3.
Zehri, F., J. Chouaibi. 2013. Adoption determinants of the International Accounting Standards IAS/IFRS by the developing countries. Journal of Economics, Finance and Administrative Science. pages 56-62.
10

Senin, 01 Mei 2017

Etika Bisnis Dalam Ajaran Islam dan Barat

Nama : Betyeka Anggiyangsari R
Npm  : 12214150
Kelas : 3 EA 14

Beberapa aspek etika bisnis islami
DUNIA bisnis sangat di sukai oleh banyak orang. Banyak juga yang mencita-citakan profesi ini. Sebagai orang yang ingin berbisnis, kita harus mengetahui mengenai prinsip bisnis itu sendiri.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Islam itu sendiri merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.
Berikut ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.
1. Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan.
Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3. Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah.
4. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.
5. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
TEORI ETHICAL EGOISM
Teori Ethical Egoism, Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan bahwa benar atau salah dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur dari apakah hal tersebut mempunyai dampak yang baik atau buruk terhadap orang itu sendiri. Apa dampak perbuatan tersebut bagi orang lain, tidak relevan, kecuali jika akibat terhadap orang lain tersebut akan mengubah dampak terhadap pelaku yang bersangkutan.
TEORI RELATIVISME
Relativisme berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum Skeptik.
KONSEP DEONTOLOGY
Deontology Berasal dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus.  Etika deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mndatangkan kebaikan namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakana ini adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang.  Konsep ini menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut pandang lain. Menurut David MCnaughton, kebaikan dan keburukan tidak bisa dilihat semata-mata berdasarkan nilai baik dan buruk,  dua hal ini dilihat dari konteks terjadinya perbuatan, bisa kita contohkan ada sebuah kasus atau sebuah perbuatan, bisa saja perbuatan ini benar di mata masyarakat umum atau benar berdasarkan konsep-konsep umum yang ada, namun pada kenyataannya saat dilakukan terlihat buruk atau bahkan dampaknya negative.
PENGERTIAN PROFESI
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknik desainer, tenaga pendidik.
Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
KODE ETIK
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
PRINSIP –PRINSIP ETIKA PROFESI
Dalam tuntutan professional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik itu berhubungan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi.Prinsip-prinsip etika profesi adalah :
  • Prinsip Tanggung Jawab ; Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional. Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung jawab atas profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
  • Prinsip Keadilan ; Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam  kaitannya dengan profesi yang dimilikinya.
  • Prinsip Otonomi ; Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
  • Prinsip Integritas Moral ; Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat luas.
Sumber: https://aangsurya.wordpress.com/2015/11/16/perspektif-etika-bisnis-dalam-ajaran-islam-dan-barat-etika-profesi/

Kamis, 06 April 2017

Sumber Etika dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial

Nama   : Betyeka Anggiyangsari .R
NPM    : 12214150
Kelas    : 3EA14

 
Menurut Zimmerer, pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu :

1.     Immoral Manajemen
Manajer Immoral didorong oleh Sumber : Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation 1996 hal. 21, alasan kepentingan dirinya sendiri demi keuntungan sendiri atau perusahaannya. Kekuatan yang menggerakkan manajemen Imoral adalah kerakusan/ ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta dan sebagainya.
Immoral manajemen juga merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya. 

2.     Amoral Manajemen
 Tujuan utama dari manajemen amoral adalah juga profit, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Bahkan pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu contoh dari manajemen amoral adalah penggunaan test lie detector bagi calon karyawan.
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. ). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak.

3.     Moral Manajemen
 Manajemen moral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer moral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku.

Sumber nilai etika
a.     Agama
Banyak ajaran dan paham pada masing-masing agama. Dengan maksud pengertian Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dansifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.

b.     Filosofi
Pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang. Arti Filosofi  yaitu studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan.  Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan lingkungannya.

c.     Budaya
Ciri khas utama yang paling menonjol yaitu kekuluargaan dan hubungan kekerabatan yang erat. Definisi budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adatistiadat, bahasa,  perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasidengan orang-orang yang berbeda budaya, dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
d.     Hukum
Biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran – pelanggaran terjadi dalam komunitas. Arti hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa “Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.”
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi etika manajerial mencakup :
1.     Leadership
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi … (House et. Al., 1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut, antara lain: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpinan, para anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, pemimpin mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat memepengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.

2.     Strategi dan Performasi
Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.
3.      Karakteristik individu
Merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu”.

4.     Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara, (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerjayang lebih bersifat evaluatif 
ETIKA MANAJERIAL
Pengertian dari etika, sampai saat ini belum memiliki definisi yang jelas. Istilah etika mengacu pada peraturan atau prinsip yang mendefinisikan tindakan benar dan salah. Menurut kamus bahasa Indonesia, etika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak ataupun moral. Pengertian etika lainnya dalam Webster’s New Colegiate Dictionary mendefinisikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari atau membicarakan apa yang baik dan buruk, dan apa tugas dan kewajiban moral. Selain itu etika dapat diartikan pula sebagai sebuah studi bagaimana keputusan kita mempengaruhi orang lain.
Ada 4 pandangan mengenai etika :
  1. Pandangan etika utilitarian yaitu pandangan etika yang mengatakan bahwa keputusan etika yang dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu. Teori utilitarian menggunakan metode kuantitatif untuk pembuatan keputusan-keputusan etis dengan melihat pada bagaimana cara memberikan manfaat terbesar bagi jumlah terbesar.
  2. Pandangan etika hak yaitu pandangan yang peduli terhadap penghormatan dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu,seperti hak terhadap kerahasiaa,kebebasan suara hati,dan kemerdekaan berbicara.
  3. Pandangan etika teori keadilan yaitu pandangan etika dimana para manajer memaksakan dan mendorong peraturan secara adil dan tidak memihak dan tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan perundang undangan secara di bidang hukum. Menerapkan standar keadilan juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Pandangan ini melindungi kepentingan para pemercaya yang mungkin tidak mewakili perwakilan yang memadai atau tidak mempunyai kekuasaan.
  4. Pandangan etika teori kontrak sosial terpadu yaitu pandangan etika yang mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada sejumlah faktor empiris dan faktor normatif.

Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika manajerial ke dalam tiga kategori:
  • Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Perilaku yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi upah pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.
  • Perilaku terhadap organisasi
Permasalahan etika juga terjadi dalam hubungan pekerja dengan organisasinya. masalah yang terjadi terutama menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan. Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya menggelembungkan anggaran atau mencuri barang milik perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang individu melakukan tindakan untuk menguntungkan diri sendiri, namun merugikan atasannya. Misalnya, menerima suap. Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan dengan kerahasiaan di antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan kepada pihak lain.
  • Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya
Seorang manajer juga harus menjalankan etika ketika berhubungan dengan agen-agen ekonomi lain-seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan serikat buruh.
Agar perusahaan tersebut baik di mata dunia maka seorang manajer harus memiliki etika yang baik. Para manajer yang memiliki etika yang baik akan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai manajer dengan penuh tanggung jawab. Etika dipergunakan dimana saja ia berada. Baik dalam mengambil keputusan, memimpin suatu rapat, berinteraksi kepada rekan kerjanya, dan terhadap para karyawannya.

TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Perilaku etis terjadi bila manajer dan karyawan mengikuti prinsip dan nilai-nilai yang disepakati. Manajer dapat memberikan contoh untuk melakukan perilaku etis dengan menetapkan standar menyangkut penggunaan sumber daya organisasi untuk kepentingan perusahaan daan bukan kepentingan pribadi, menangani informasi secara jujur dan rahasia, tidak menggunakan wewenang mereka untuk mempengaruhi orang lain melakukan perilaku tidak etis, tidak membuat kebijakan yang tidak sengaja membuat karyawan berperilaku tidak etis dengan menetapkan tujuan yang masuk akal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi etika manajerial sebagai berikut :
  • Manajer secara pribadi, pengaruh keluarga, nilai-nilai dan agama serta kebutuhan dan standar pribadi akan menentukan tindakan etis dari manajer pada situasi-situasi tertentu.
  • Organisasi, mempengaruhi etika manajerial berdasarkan kebijaksanaan, aturan, perilaku atasan dan perilaku rekan sekerja yang dapat mendukung dan mendorong tumbuhnya budaya organisasi sehingga mempengaruhi perilaku etis manajer dan karyawan.
  • Lingkungan luar, seperti peraturan pemerintah, norma dan nilai masyarakat serta keadaan industri atau pesaing mempengaruhi perilaku mereka dalam organisasi.
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility ) adalah Manajemen mempertimbangkan dampak hukum, etika, sosial dan ekonomi dalam membuat keputusan-keputusan yang etis atau; Kewajiban perusahaan untuk merumuskan kebijakan, mengambil keputusan dan melaksanakan tindakan yang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Sumber: 
https://janetfuyuko.wordpress.com/2016/10/19/model-etika-dalam-bisnis-sumber-nilai-etika-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika-manajerial/
https://novieidr.wordpress.com/2015/12/15/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-etika-manajerial-2/